BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Diabetes Melitus
(DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata,ginjal,saraf,dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop electron.
Ketoaasidosis
Diabetik merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi ( absolut ataupun relative) hormone insulin
yang tidak di kenal dan bila mendapat pengobatan segera akan menyebabkan
kematian.
Factor-faktor
pencetus Ketoasidosis Diabetik ( KAD ) adalahinfeksi,infeksi miokard akut, dan
penghentian insulin.
Sebanyak 70-90 %
pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya.
B.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian Ketoasidosis Diabetik
2. Mengetahui
dan mengerti factor-faktor pencetus serta ptofisiologi KAD
3. Mengetahui
bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan pada pasien dengan KAD
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang
paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoaasidosis
Diabetik merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi ( absolut ataupun relative) hormone insulin
yang tidak di kenal dan bila mendapat pengobatan segera akan menyebabkan
kematian.
B.
Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis,
yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
-
Infeksi
-
Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik .
- Menolak terapi
insulin
Factor
pencetus KAD yang tidak terlalu sering adalah pancreatitis, kehamilan, strok,
hipokalemia dab obat.
C.
Patofisiologi
KAD
adalah suatu keadaan dimana sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa.Gejala
dan tanda klinis KAD dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu akibat hiperglikemia
dan ketoasidosis.
Walaupun
sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa,system homeostatis tubuh terus
teraktivasi untuk memproduksi glikosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Selain itu bahan bakar alternative ( asam keto dan asam lemak
bebas )diproduksi secara berlebihan. Meskipum sudah tersedia bahan bakar
tersebut,sel-sel tubuh masih tetap lapr dan terus memesan glukkosa. Hanya
insulin yang dapat menginduksi transport glukosa ke dalam sel, memberi sinyal untuk
prosesperubahan glukosa menjadi glikogen, mengahmbat lipolisis pada
Sel lemak ( asam lemak bebas ),
menghambat glukoneogenesis pada sel hati, dan mendorong proses oksidasi melalui
siklus krebs di mitokondria sel untuk menghasilkan ATP yang merupakan sumber
energy utama sel.
Defisiensi
insulin yang menyebabkan ketoasidosis pada manusia ternyata bersifat relative,
karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormone stress yang
kerjanya berlawanan dengan insulin.Glukagon, katekolamin, kortisol dan
somastatin masing-masing naik kadarnya menjadi 450 %, 760 %, dan 250 %
dibandingkan dengan keadaan normal.
DIABETES
MELITUS (Precipitating Acute Iilnes)
DEFISIENSI
INSULIN STRESS
HORMONES
Proteolosis utilisasi
glukosa jaringan
Produksi
glukosa hepatik
Kegagalan
ekskresi glukosa
HIPERGLIKEMIA
PENGURANGAN VOL. INTRAVASKULAR
Dieresis Osmotik Kehilangan elektrolit
Kehilangan
H2O
HIPEROSMOLARITAS
Gambar
1. skema pathogenesis ketoasidosis diabetik
D.
Manifestasi
Klinis
Gejala klinis biasanya berlangsung cepat
dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan
yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD, dan sering disertai
mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-artikan sebagai 'akut
abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya
teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan
koma (10% kasus), dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan
penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda lain adalah napas cepat dan
dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis
metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.
E. Pemeriksaan
1. Kadar glukosa darah.
2. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan
osmolalitas serum.
3. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
4. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran
lekositosis), HbA1c, urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
5. Foto polos dada.
6. Keton urine (dan atau keton darah).
Didasarkan atas adanya "trias biokimia"
yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah
sebagai berikut :
• Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11
mmol/L (> 200 mg/dL).
• Asidosis, bila pH darah < 7,3.
• kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan
sebagai berikut :
• Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15
mmol/L.
• Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10
mmol/L.
• Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5
mmol/L.
Diagnosis Banding
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis,
sesak, dan koma yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis
dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi salisilat,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan
(resusitasi dan rehidrasi),
2) Menghentikan ketogenesis (insulin),
3) Koreksi gangguan elektrolit,
4) Mencegah komplikasi,
5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
• Penilaian Klinik Awal
1.Pemeriksaan
fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi),
derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
2.Konfirmasi
biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar glukosa
darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin
0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
d.Bila
terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
• Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah
setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda
hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila
terdapat fasilitas).
• Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang
terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a.Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b.Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c.Total
rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d.50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e.Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam
berikutnya.
• Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran
serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap
4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat
efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.
d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar
Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di
atas 100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi
dilakukan dalam > 48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung
menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi
dan meningkatkan risiko edema serebri.
• Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan
Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau
meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi
Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan
pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah
5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian
Kalium harus ditunda.
• Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal
resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
a.
Terjadinya asidosis cerebral.
b.
Hipokalemia.
c.
Excessive osmolar load.
d.
Hipoksia jaringan.
c.
Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
d. Jika
diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam,
atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari
kebutuhan.
• Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi
dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short
acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi
penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau
0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump
dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan
dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan
rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan
adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan
rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250
mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu
cepat, ganti cairan dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan
insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai
< 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa
tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan
klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian
insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan
insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.
• Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat
diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20
menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila
tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan
ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila
kondisi stabil.
• Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita
dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi
subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil
secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L),
sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal
dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai
makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal
dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai
subkutan.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak
baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum
makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin
subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan
dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan
kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan
pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.
H. Komplikasi Terapi
1. Hipoglikemia dan hipokalemia.
2. Edema serebri.
3. Asidosis metabolik hiperkloremia.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Diabetik Ketoasidosis
(Menurut pengumpulan
data base oleh Doengoes)
1. Aktivitas /
Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan
istirahat atau aktifitas
Letargi/disorientasi, koma
Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas
Takikardia
Tanda
: Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
Disritmia
Krekels, Distensi vena jugularis
Kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung
3.
Integritas/ Ego
Gejala
: Stress, tergantung pada orang lain
Masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda
: Ansietas, peka rangsang
4.
Eliminasi
Gejala
: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda
:Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat)
Urin berkabut, bau busuk (infeksi)
Abdomen
keras, adanya asites
5.
Nutrisi/Cairan
Gejala
: Hilang nafsu makan
Mual/muntah
Tidak mematuhi diet, peningkattan
masukan glukosa/karbohidrat
Haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda
: Kulit kering/bersisik, turgor jelek
Kekakuan/distensi
abdomen, muntah
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas
aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan,
kebas, kelemahan pada otot, parestesia
Gangguan
penglihatan
memori
(baru, masa lalu), kacau mental
Refleks
tendon dalam menurun (koma)
Aktifitas
kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati
8 . Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis
Kulit rusak, lesi/ulserasi
Menurunnya
kekuatan umum/rentang erak
Parestesia/paralisis otot termasuk
otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang
Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
Rencana
pemulangan : Mungkin memrlukan bantuan dalam pengatuan diet,
pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah
B.
Pemeriksaan
Diagnostik
Glukosa darah : meningkat
200 – 100 mg/dl atau lebih
Aseton plasma (keton) :
positif secara mencolok
Asam lemak bebas :
kadar lipid dan kolesterol meningkaat
Osmolalitas serum :
meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Elektrolit : Natrium :
mungkin normal , meningkat atau menurun
Kalium : normal atau
peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan menurun
Fosfor : lebih sering
menurun
Hemoglobin glikosilat :
kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang
kurang selama 4 bulan terakhir
Gas darah arteri :
biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
Trombosit darah : Ht
mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi
sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
Ureum/kreatinin: Mungkn
meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
Amilase darah : mungkin
meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab DKA
Urin : gula dan aseton
positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
Kultur dan sensitifitas
: kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada luka
C.
Diagnosa
Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;
pembatasan intake akibat mual, kacau mental
2.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan
dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada
sirkulasi
4.
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual
berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5.
Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi
energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status
hipermetabolik/infeksi
6.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka
panjang, ketergantungan pada orang lain
7. Kurang pengetahuan
mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan
kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
D. Rencana Keperawatan
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan
karakteristik :
-
Peningkatan urin output
-
Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
-
Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
-
Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria
Hasil :
-
TTV dalam batas normal
-
Pulse perifer dapat teraba
-
Turgor kulit dan capillary refill baik
-
Keseimbangan urin output
-
Kadar elektrolit normal
-
Intervensi
:
1.Kaji
riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional
:
Membantu
memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
Rasional
:
Hypovolemia
dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan
dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring
ke duduk atau berdiri.
Rasional
:
Pelepasan
asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi
pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan
hilang bila sudah terkoreksi
4.Observasi
kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional
:
Peningkatan
beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5.Observasi
ouput dan kualitas urin.
Rasional
:
Menggambarkan
kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6.Timbang
BB
Rasional
:
Menunjukkan
status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7.Pertahankan
cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional
:
Mempertahankan
hidrasi dan sirkulasi volume
8.Ciptakan
lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
Rasional
:
Mengurangi
peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional
menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9.Catat
hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional
:
Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan
muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10.Obsevasi
adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur dan adanya distensi pada vaskuler
Rasional
:
Pemberian
cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban
cairan dan GJK
Kolaborasi:
-Pemberian
NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional
:
Pemberian
tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
-Albumin,
plasma, dextran
Rasional
:
Plasma
ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali
normal
-Pertahankan
kateter terpasang
Rasional
:
Memudahkan
pengukuran haluaran urin
-Pantau
pemeriksaan lab :
Hematokrit.
Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
BUN/Kreatinin,
Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau
awitan kegagalan ginjal
Osmolalitas
darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
Natrium,
Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis
osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi
natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
Kalium,
Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui
urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis
teratasi kekurangan kalium terlihat
-Berikan
Kalium sesuai indikasi
Rasional
:
Mencegah
hipokalemia
-Berikan
bikarbonat jika pH <7,0
Rasional
:
Memperbaiki
asidosis pada hipotensi atau syok
-Pasang
NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
Rasional
:
Mendekompresi
lambung dan dapat menghilangkan muntah
2.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan
karakteristik :
-
Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
-
Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
-
Diare
Kriteria
hasil :
-
Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
-
Menunjukkan tingkat energi biasanya
-
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
1.Pantau berat badan
setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional :
Mengkaji pemasukan
makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
2.Tentukan program diet
dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan
Rasional :
Mengidentifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3.Auskultasi bising
usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang
belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional :
Hiperglikemia dan ggn
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung
(distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.Berikan makanan yang
mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat
ditoleransi
Rasional :
Pemberian makanan
melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
5.Libatkan keluarga
pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional :
Memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6.Observasi
tanda hipoglikemia
Rasional
:
Hipoglikemia
dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang
sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam
kehidupan sehingga harus dikenali
7.Kolaborasi
:
Pemeriksaan
GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada
reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
Pantau
pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin
agar tetap terkontrol
Berikan
pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah
transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia
Berikan
larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah
insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme
karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari
hipoglikemia
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketoaasidosis
Diabetik merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi ( absolut ataupun relative) hormone insulin
yang tidak di kenal dan bila mendapat pengobatan segera akan menyebabkan
kematian.
B.
Saran
Sebagai
tenaga keperawatan, pemantauan terhadap pasien dengan KAD merupakan bagian yang
terpenting dalam pengobatan KAD mengingat penyesuainan terapai perlu di lakukan
selama terapoi berlangsung. Untuk itu perlu pemeriksaan :
1.
Kadar glokosa darah / jam
2.
Elektrolit / 6 jam
3.
Vital Sign / jam
4.
Keadan hidrasi, Keseimbangan cairan
5.
Kemungkinan KID
DAFTAR
PUSTAKA
2.
Smeltzer
suszanne, C. (1997). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.
3.
Price
Sylvia, A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis – Proses Penyakit.Jilid 2 Edisi
4. Jakarta : EGC.